Thursday, August 18, 2011

Pagi dan Hal-hal yang Dipungut Kembali

Malam itu adalah sebuah perayaan. Dimana tiba saatnya 70, yang mana hanya bertemu dengannya sekali dalam sepanjang masa di semesta. Bukan hanya kamu, tapi kita. Saya. Hmm, semoga saja saya bisa bertemu dengan 70.

Teater Salihara penuh. Bahkan panitia menyediakan layar di luar teater supaya kami bisa ikut merayakan kebahagianmu, Pak.


“Wah edan ! edan!.” Kata Sapardi Djoko Damono (SDD). Beliau duduk di sebelah saya. Kata-kata Pak Sapardi terdengar jelas. Sangat jelas dan tidak hanya sekali. Sebutlah ketika Najwa Shihab membacakan puisimu mengenai kerusahan 1998. “Edan!”. Saya merinding. Waktu seperti kembali ke jamannya. Jaman saya masih SD ! Mama, Papa saya panik. Bahkan, sekali-kalinya Papa akhirnya jemput saya dengan naik angkutan umum, lalu buru-buru pulang. Kami semua ketakutan. Diam di rumah adalah jawaban. Banyak korban bergelimpangan. Tragedi Semanggi, Trisakti. Sebutlah !


Sebelum acara dimulai, saya membeli buku ini : Pagi dan Hal-hal yang Dipungut Kembali (Sebuah Epigram). Saya pikir : Mengapa kamu bicara tentang pagi? Bukankah malam lebih banyak mempunyai arti? Saya ingin tahu seperti apa : Epigram.


"Epigram ditandai terutama karena singkatnya. Ia tak akan menampilkan sesuatu yang lengkap, meskipun umumnya ia lahir sebagai cetusan sebuah pengalaman dan pemikiran yang lebih lengkap, lebih dalam." Goenawan Mohamad (GM).


Bukumu hangat. Memeluk saya sampai bengap.


“Selamat pagi. Selamat pagi kepada mereka yang tiap hari memperbaiki sebuah jalan dekat kita yang selalu rusak, yaitu harapan.”


Lalu kamu mengantarkan saya ke malam.


“Selamat tidur. Besok saya akan bangun dan mencoba mengerti : Tuhan tak menciptakan dunia di mana semua manusia seperti yang saya maui.”


Tidak hanya pagi, nostalgi, malam, kenangan, politik, dan burung yang kau bicarakan. Banyak hal Indonesia ada di dalam buku berjumlah 193 halaman ini. Seperti :


“Apa Indonesia bagimu? Tempat yang ditakdirkan untuk saya belajar bagaimana berbeda, bagaimana bersatu, dan bagaimana untuk tak putus asa.”



Teater Salihara, Jakarta, 3 Agustus 2011

Untuk GM : Selamat ulang tahun. Peluk saya sampai bengap.

Untuk SDD : Terima Kasih.

Tuesday, August 16, 2011

“Kak Tita…..”

08533814****, 18.26 WIB. Entah siapa, namun saya tahu itu bukan kamu. Tidak mungkin kamu.


Dia : Kak Tita……..

Saya : ya?


Tidak butuh waktu lama untuk mengerti siapa pemilik suara serak itu. Kamu ingat saya. Saya senyum. Lalu saya berpikir, pasti kamu ingin memberi kabar kalau sudah punya telpon genggam baru ya.


Pikiranku benar. Kamu hanya bilang itu, kemudian Ibu ingin berbicara, katamu. Lalu Bapak, dilanjutkan dengan kakakmu yang baru saja sampai rumah. Saya senang mendengar suara kalian. Selalu saja kalian menanyakan kapan saya mengunjungi kalian lagi. Selalu itu yang ditanyakan. Dan itu adalah kebahagiaan buat saya.


“Kenapa kalian masih menantikan kedatangan saya? Kenapa kalian masih saja menghubungi saya?” Kata saya kepada hati.


Teman kecil saya bilang, “Lo sadar kan sekarang? Cuma kan ngga se-simple itu. Enaknya disayang, dianggap spesial. Bahagia. Enjoy it. Jalanin normal aja. Percaya deh, hubungan lo sama mereka tetap akan begini.”


Inikah yang namanya keseimbangan?



Dengan segala Sayang dan Senyum,

Jakarta, 8 Agustus 2011 (01.58 AM)


Radio saya masih menyala. Kemudian lagu dari Padi mengantarkan istirahat saya hari ini untuk kembali bekerja pada 7 pagi.

Monday, August 1, 2011

Bye July










Bye July. Look forward to meeting you, August.

Menikmati Kehilangan dan Menemukan

Kehilangan adalah perjalanan untuk menemukan. Dan menemukan adalah perjalanan untuk kehilangan – Theoresia Rumthe.

Kalau dibilang sudah tidak ada perih, bisa jadi itu bohong. Tergores saja kadang meninggalkan bekas bukan? Malam ini saya kembali menemukan sebuah renungan. Pipi saya tidak basah.


Ada sebuah perih yang saya pendam, sendiri. Saya simpan dia jauh-jauh, tapi seperti selalu muncul lagi. Dan lagi. Ingin rasanya mengeluarkan, namun ke siapa? Kemudian notebook inilah yang akan menemani saya ketika perih itu muncul.


“Jalanin pelan-pelan. Belajar buat apa-apa sendiri lagi. Dulu juga sendiri kan? Sampai besok-besok juga ngga akan lupa. Makin dicoba lupa yang ada makin ngga bisa. Jadi jalanin natural. Coba cari ritmenya lagi. Kalau tiba-tiba inget, diam sebentar, kelilipan sebentar. It’s normal, cuma jangan berlarut ya.”


Saya diam dalam sebuah Renungan Maret 2011 yang saya siapkan sebelum keberangkatan saya ke sebuah tempat. Tempat yang memberikan keteduhan bagi orang-orang yang benar saya sayang, sampai sekarang. Tempat yang menyimpan kejujuran dan kebohongan. Sebuah tempat dimana saya bisa makan kenyang dengan selembar lima ribu rupiah.


“Dia baik sampai mikir akhir yang begini. Dia udah pikir panjang. Lepas dari kamu shocked ya. Tapi tetap semua ada alasannya, ta.”


Kembali saya teringat akan kata-kata yang menyebutkan bahwa Everything happens for a reason. Lalu perih itu berangsur reda. Dia kembali ke sebuah tempat, yang saya sendiri pun tidak tahu di mana.


“Disaat mimpi hancur lebur di tengah perjalanan kemarin, I feel you, really do. Patokannya bukan nangis atau enggak. Tapi semakin akrab dengan kenyataan, semakin enjoy jalaninnya.”


Menikmati kehilangan dan menemukan bagi saya adalah jalan. Mimpi adalah prosesnya. Kemudian, muncul sebuah syukur. Hidup bukankah seperti itu? Ada saatnya kehilangan. Ada saatnya menemukan. Mungkin semua berkaitan dengan sebuah hal yang dinamakan dengan waktu. Mungkin hanya masalah waktu. Mungkin saja.


Expectation sah-sah aja, tapi tolong jangan too much expectation. Mimpi ngga pernah salah, selama tahu kapan harus bangun.”


Saya menemukan lagi kumpulan kata-kata kamu. Dear Jessica Budiharga, Proficiat ya. Lulus ! S.Koms !


Kangen ini, “Titaaaa.. Sini-sini aku peluk”. Lalu kita berpelukan sebelum tangga keluar Gedung Carlo. Di mobil, pipiku basah.



Jakarta, 30 Juli 2011

Happiness

Bahagia itu seperti menyerahkan segalanya, berserah. Bukan mengalah atau kelihatan seperti menyerah.

Bahagia itu ketika melihatmu berhasil mendapatkan jalan keluar dari segala permasalahan. Lalu memaafkan dia yang telah melakukan kesalahan.


Bahagia itu ketika saya buka Blackberry jam lima pagi, lalu ada yang mention saya di twitter :

Woy @endyah @pratw @nya_nyoek @briggitasekar tadi aku masak buat @ogi_kurniawan dia bilang enak lho. Sampe nambah makannya. Seneng banget rasanya.


Bahagia itu menular. Dan penting untuk menularkan kebahagiaan.



Jakarta, 14 Juli 2011

 
 
Copyright © TITA
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com