Sunday, April 1, 2018

[OPINI] Tradisi Oleh-oleh

St. Catherine, Egypt. March 2018.
Setelah kepulangan dari jalan-jalan sendiri ke Hong Kong, saat itu juga saya ngga tau bisa pergi plesiran lagi atau enggak. Sampai-sampai curhat ke media sosial kalau bakalan ngga bisa pergi-pergi lagi. Ndilalah kok malah bisa pergi lagi dan beberapa ke negara jauh. Pasti ini ada pos keuangan yang dikorbanin sih ya. hee.

Hong Kong, karena keuangan yang terbatas, saya cuma bisa beli oleh-oleh makanan kering yang saya beli di Supermarket dekat penginapan. Selebihnya titipan teman-teman yang mereka memang mau untuk bayar (titipannya lumayan mahal jadi saya minta mereka untuk bayar).

Rasanya bahagia juga bisa beli oleh-oleh supaya orang-orang terdekat juga bisa merasakan kebahagiaan dan bisa icip-icip negara atau daerah yang saya kunjungi. Bahagianya saya bertambah kalau melihat orang yang mendapat oleh-oleh itu senang dan suka, tapi sedihnya ada juga yang pernah bilang "ngga suka", atau "udah banyak dapet kaya gini", atau "kok cuma bawa begini doang sih". Saya yakin itu pasti becanda. 

Lalu juga ada yang komentar "wah tahu kamu pergi ke sana aku titip barang A, B, C, D yang kualitasnya bagus & mahal", atau "tahu gitu aku titip kain yang bagus". Bagian itu saya ngga ngerti. Pertama definisi bagus itu seperti apa. Kedua, saya ngga akan menghabiskan waktu berjam-jam untuk cari barang bagus. Ya sebetulnya memang saya bukan tipe yang suka belanja. Suatu waktu ada yang pernah titip "Sephora". Saya ngga ngerti Sephora itu merk apa. Ternyata kosmetik. Saya udah ngga mau lagi dititipi kosmetik karena waktu itu pernah ada teman yang titip kosmetik dan lipstiknya luber karena kepanasan di koper. Saya jadi ngga enak hati minta dia bayar semua titipannya. Lalu ada yang pernah titip alkohol, tapi dia minta saya fotoin dulu alkholnya dan cek harganya. Wah ini lebih abstrak lagi. Saya bisa habis seharian di Duty Free Shop untuk cari alkohol yang belum tentu dibeli kalau harganya lebih mahal daripada di Indonesia.

Pernah juga suatu waktu saya pergi jauh dengan bujet oleh-oleh yang lumayan tidak terbatas. Teman dekat saya sampai bilang "kamu kasih oleh-olehnya banyak banget. Kupikir bakalan cuma 1 gitu". Mixed feeling. Saat itu saya jadi serba salah atau jaman sekarang pasti kalau ngomong gini dibilang baper.

Kalau ada teman yang tahu saya akan pergi juga banyak yang bilang, "oleh-oleh jangan lupa", atau "hmm aku bisa titip apa ya", atau "kalau uangnya masih ada, beliin barang A ya". Harapan saya, doakan ya saya bisa sampai Jakarta lagi dengan selamat atau paling enggak saya di sana sehat, atau doakan uang saya cukup sampai hari terakhir.

Saya menulis begini bukan berarti saya ngga ada di pihak yang suka nitip oleh-oleh. Dulu iya, tapi sekarang mudah-mudahan berhenti untuk selama-lamanya. Minta oleh-oleh saya terakhir, seingat saya sewaktu ada teman yang ke Paris. Saya pengin banget bando Minnie Mouse. Sekarang saya merasa bersalah banget, karena waktu saya ke Disneyland, itu harganya mahal banget. Sejak itu saya berhenti minta oleh-oleh.

Lagipula setelah dipikir-pikir dan merasakan sendiri plesiran dengan uang tabungan pribadi, ngga sepatutnya oleh-oleh itu diminta. Setuju ngga sih? Kalau memang mau minta sesuatu, harusnya titipkan uang dan tanyakan kesediaannya. Bukankah oleh-oleh itu sewajarnya datang dari ketulusan hati? Bukan atas dasar permintaan. Orang yang plesiran, apalagi orang Indonesia tahu betul kalau oleh-oleh itu semacam "kewajiban sosial". Bagaimana menurut kamu?


Jakarta, 1 April 2018
Tulisan pertama saya di tahun ini


disclaimer: no baper please :)
 
 
Copyright © TITA
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com