First your parents, they give you your life, but
then they try to give you their life. – Cuck Palahniuk.
Saya sedang
berpikir keras mengenai pernikahan. Okelah alasan menikah karena sudah cukup
umur, sudah dipertemukan dengan pasangan hidup, dan dorongan dari orang tua.
Lalu?
Jika alasannya
“tidak siap tinggal sendiri, tidak siap meninggalkan rumah orang tua” bukannya
justru orang tua menanggung biaya hidup dua keluarga. Artinya apakah orang tua
senang dengan keadaan seperti itu. Mungkin ikhlas, tapi bagaimana dengan
perasaan. Apakah mereka senang anaknya yang sudah menikah belum bisa mandiri.
Bangun tidur makanan sudah tersedia. Pulang kerja rumah sudah bersih. Bahkan
melihat orang tua masak atau membersihkan rumah pun anak yang sudah menikah itu
diam saja. Alasannya masuk akal : hamil muda.
Lalu apakah
orang tua tidak terlalu memanjakan anaknya kalau seperti itu. Apakah orang tua
tidak ingin melihat mereka membangun rumah tangganya sendiri. Dimulai dengan
meninggalkan rumah orang tua. Bisa kos, bisa kontrak rumah, atau kalau dana
mencukupi beli rumah. Bukannya orang tua senang kalau anaknya bisa mengurusi
suaminya sendiri. Menyiapkan santapan paginya, membawakan bekal makan siang,
dengan memasak makanannya sendiri. Hasil jerih payah sendiri.
Bisa jadi saya
yang terlalu iri melihat orang tua yang memanjakan anaknya. Mungkin saya tidak
bisa terima orang tua masih saja menanggung biaya hidup anaknya yang sudah
menikah. Kalau saja saya tidak belajar dari kondisi itu, saya itu ndablek! Sableng! Edan!
Bagaimana jika
dilihat dari anak yang sudah menikah. Sebenarnya apa yang membuat mereka tidak
siap meninggalkan rumah orang tua. Apa yang membuat mereka tidak siap hidup
mandiri, lepas dari tanggungan orang tua. Bukankah anak yang sudah menikah itu
sudah dapat menghasilkan uang. Kalau belum bisa, apakah mereka tidak bisa
mempertanggungjawabkan keputusan mereka untuk menikah, apakah pantas menikah
lalu membebani orang tuanya.
Lalu apa arti
menikah menurutmu? Apa maknanya?
Kelak ketika
saya sudah menikah, saya tidak ndablek.
Jakarta, 17
Januari 2013
0 comments:
Post a Comment