Saya memiliki mimpi dibalik mimpi. Saya menyukai manusia yang mempunyai pemikiran yang beda. Rumit? Aneh? Itulah Saya.
Anggaplah Saya sudah tidak berada di semesta. Saya tidak akan pernah bertemu dengan pasangan hidup Saya yang sudah disiapkan. Dia yang setia; perhatian; baik budinya, akalnya. Setia yang tidak hanya diartikan untuk tidak selingkuh, namun juga setia dalam suka, duka, sehat, sakit.
Nyatanya Saya ingin cepat bertemu seseorang, yang disebut dengan pasangan hidup. Dimulai dengan sebuah jabatan tangan. Lalu bergandengan, menuju sebuah altar suci. Di sebuah kapel, lampu gereja dimatikan, lilin dinyalakan. Diiringi paduan suara gereja, dihadiri keluarga, disaksikan Dia.
Akhirnya Saya bangun. Saya banyak bermimpi. Saya banyak punya citacita. Saya ingin membuat bahagia; orang tua, teman, sahabat, saudara, siapapun yang Saya tidak kenal namun Saya sayang mereka. Menyadari bahwa hidup di semesta adalah sebuah keajaiban. Saya masih menyimpan keinginan untuk melanjutkan sekolah di Amerika, ingin terus latihan yoga, ingin mendapatkan remunerasi dari dua sampai tiga digit, ingin menciptakan lapangan pekerjaan. Saya selalu rindu tersenyum melihat kebahagiaan sesama, berbuat sebanyakbanyaknya kebaikan, memberi sebanyakbanyaknya kemampuan. Saya ingin menjelajahi bagian Timur Indonesia. Saya ingin tersesat di Australia. Saya ingin mencicipi hangatnya matahari Hongkong, Thailand, Kinabalu, Sabang, Medan, Riau, Bangka Belitung, Aceh. Saya ingin memiliki sertifikat menyelam. Saya ingin memiliki banyak keberanian dalam menghadapi keseruan hidup, passion.
Semua itu tidak akan pernah ada, kalau Saya menghentikan nyawa, mengakhiri semua. Sebab jika Saya mati, Saya tidak bisa memencet tombol restart dan tidak lagi bisa mengulanginya dari awal.
Jakarta, 28 Juni 2011
Eduardo Kukila Aji. (http://bit.ly/mzGd7g)
0 comments:
Post a Comment