Buat kamu yang belum tahu ini : Saya tidak suka dengan kata ‘Cinta’. Saya datang kesini bukan karena ‘Cinta’, namun ‘Delapan’. Ada apa dengan delapan, mengapa delapan, mengapa Sitok Srengenge, mengapa Nirwan Dewanto. Mengapa Dian HP, mengapa Ubiet? Lantas pertanyaan tersebut tidak saya pikir dengan hati, tetapi pikiran.
Saya dapat jawabannya. Komposisi Delapan Cinta adalah sebuah album. Ubiet dan Dian HP ingin membangkitkan kembali nyanyian Art Song – bukan musikalisasi puisi yang terpikir oleh saya sebelumnya. Komposisi delapan cinta bukan musikalisasi puisi, bukan pemberian nada pada puisi, tetapi komposisi berdasarkan puisi. Lalu sejak itu saya jatuh hati dengan kata ‘Komposisi’.
Mereka memilih tema cinta, tema yang sesungguhnya biasa saja dalam berbagai nyanyian, namun mereka memetik cinta-mencinta itu dengan berbagai wujud dan sudut pandang. Mereka bekerja sama dengan dua penyair : Sitok Srengenge dan Nirwan Dewanto. Empat puisi Sitok berasal dari buku puisinya On Nothing (2005). Sedangkan dua puisi Nirwan dibuat khusus untuk Dian HP, dan dua puisi lainnya dipetik dari buku puisi Nirwan Buli-Buli Lima Kaki (2010).
Saya ngrasani dan menikmati Menulis Cinta. Puisi tersebut banyak mendapat sambutan, bahkan setelah acara selesai masih ramai dibicarakan di twitter :
Menulis Cinta
Kau minta aku menulis cinta
Aku tak tahu huruf apa yang pertama dan seterusnya
Kubolak-balik seluruh abjad
Kata-kata cacat yang kudapat
Jangan lagi minta aku menulis cinta
Huruf-hurufku, ku tahu,
Bahkan tak cukup untuk namamu
Sebab cinta adalah kau, yang tak mampu kusebut
Kecuali dengan denyut
-Sitok Srengenge-
Kemudian puisi yang ini membuat saya tersenyum senang karena ada bunyibunyian dari banyak alat musik, termasuk marimba – saya baru tahu kalau itu namanya marimba, bunyinya lincah, ceria, yang memainkannya juga, hmm lucu.
Kuintet
Namaku piano, dan bebilahku lelah oleh jemarimu.
Namaku klarinet, dan mulutku mencurigai mulutmu.
Aku teramat haus, tapi telingamu hanya menatapku.
Baiklah, di bawah sorot lampu akan kupuja sepatumu.
Di depan kita, mereka yang hanya membawa bola mata
Mengira kita pasangan yang serasi meninggi menari.
Tapi namaku biolin, dan betapa dawaiku sudah beruban.
Dan kau masih hijau, masih menghapal khazanah lagu.
Mereka bertepuk tangan ketika terhunus pisau tiba-tiba
Dari balik lambungku, siap menyadap madu di lehermu.
Ternyata namaku kontrabas, dan aku jirih pada pujian.
Mereka memacumu ke puncak penuh karangan kembang.
Maka namaku masih marimba, dan kuseret kau ke danau
Di mana si komponis buta rajin mencuci telinga mereka.
-Nirwan Dewanto-
Usai memainkan art song Kuintet, masih ada dua buah lagu yang dibawakan oleh Dian HP dan Ubiet. Kemudian mereka berjalan ke belakang panggung. Tidak lama kemudian, muncul Titi DJ menyanyikan lagu ‘Selamat Ulang Tahun’. Surprise, surprise. Konser ini dipersembahkan untuk Ari Tulang sebagai kado di hari ulang tahunnya yang ke empat puluh tujuh.
Selamat ulang tahun Ari Tulang. Terus berkarya untuk Indonesia.
Jakarta, 7 Juni 2011
Picture : http://bit.ly/mJmGkn
0 comments:
Post a Comment