Friday, June 24, 2011

Semua Baik

Ada sebuah keluarga kecil yang tinggal di sebuah rumah di daerah Cinere. Mereka terdiri dari bapak, ibu dan seorang anak perempuan yang saat ini duduk di kelas sembilan. Malam lalu saya menjenguk sang ibu di Rumah Sakit. Di sana ada suaminya yang menunggu dan seorang rekan kerjanya. Saya berkunjung bersama papa, mama, dan adik.

Kami cukup lama di ruangan sang ibu, yang dirawat selama hampir satu bulan. Mereka dan orang tua saya banyak bercerita. Sedangkan saya kebanyakan menjadi pendengar, jarang sekali ikut bicara.


Obrolan mereka sungguh membuat hangat. Semacam obrolan ngalor-ngidul mengenai keluarga dan janji pernikahan, disamping tentunya membicarakan hal yang membuat sang ibu dirawat di Rumah Sakit Cinere.


Sang ibu ternyata mengidap penyakit gagal ginjal. Dia harus menjalani cuci darah sebanyak tiga kali seminggu. Sekali cuci darah membutuhkan waktu lima jam. Organ tubuhnya sudah banyak yang tidak berfungsi dengan semestinya. Ibu sudah di minyak suci lebih dari sekali. Di masamasa kritisnya kemarin, dia bercerita bahwa dia seperti sudah dipanggil. Dia sempat melihat rumahnya di semesta sana. Rumahnya putih, lalu dia bertemu dengan adiknya yang sudah dipanggil terlebih dulu.


“Ternyata, marah ke istri itu tidak boleh banyakbanyak ya. Mestinya sekalisekali saja. Tidak hanya marah, namun juga konflik. Sebisa mungkin diselesaikan cepatcepat. Saya itu kemarin dengan Monique berangkat bersama. Lalu saya bilang ke Monique. Sepi ya. Biasanya kita bertiga, kok ini hanya berdua dengan kamu.” Kata bapak (suami dari sang ibu) sambil menyetir mobil menuju sekolah si anak.


Sang anak yang kala itu menjadi penumpang, tidak kuat menahan tangis. Lalu bapak bertanya, “Kalau Ibu dipanggil, berapa persen kamu bisa ikhlas?”. Anak menjawab,”Tujuh puluh persen”. “Kamu hebat. Kita manusia, lemah. Hampir tidak mungkin bisa seratus persen ikhlas. Ayo kita jabat tangan”. Tidak lama setelah mereka berjabat tangan, sang anak kembali menangis. Bapak tersenyum lalu berkata, “Ibu diberi penyakit, lalu kritis. Kalau ibu dipanggil, Tuhan sayang ibu. Dia tidak mau ibu terlalu lama mengalami sakit.”


“Ketika dalam keadaan seperti ini, saya seperti diuji tentang janji pernikahan. Benar ngga ya seperti apa yang saya bilang dulu. Bersumpah di depan Tuhan itu ternyata susah, semua dicatat. Dulu saya minta diberkati untuk menjadi pasangan sehidup semati. Lalu mengucap janji pernikahan : Saya berjanji setia kepadanya dalam untung dan malang, senang dan sedih, suka dan duka, sakit dan sehat. Saya mau mencintai dan menghormati dia seumur hidup.”, Kata bapak sambil tertawa.


“Saya sempat bilang begini ke Monique. Kamu ngga lulus ujian, ngga apaapa. Itu bukan bencana. Ulangi lagi sampai kamu lulus. Tapi, yang sebenarnya dinamakan bencana itu adalah : kalau bapak ibumu pisah. Itulah bencana yang sebenarnya.”



Dari semua telah Kau tetapkan, hidupku dalam tangan-Mu. Dalam rencana-Mu Tuhan, rencana indah telah Kau siapkan bagi masa depanku yang penuh harapan. Semua baik, semua baik. Segala yang telah Kau perbuat dalam hidupku, semua baik, sungguh teramat baik. Kau jadikan hidupku berarti. - Semua Baik -


Jakarta, 23 Mei 2011

0 comments:

Post a Comment

 
 
Copyright © TITA
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com